Memiliki Sifat Malu
4:31 PM
Saat ini, banyak wanita yang menitikberatkan pandangannya
pada kepuasaan dan kebebasan hidup dengan tidak lagi mengindahkan norma-norma
agama maupun masyarakat. Menurut pandangan mereka, keindahan tubuhnya adalah
anugerah yang tidak harus disembunyikan. Lekuk-lekuk tubuh –yang di dunia
modern- disebut “artistik” sengaja ditonjolkan lewat baju yang ekstra ketat
atau malah tidak dibungkus pakaian.
Pupusnya rasa malu seorang wanita terlihat dari kerelaanya “menjajakan
tubuhnya” demi popularitas. Tak hern, jika banyak wanita yang berantrian
panjang berebut kursi popularitas hingga siap menangggalkan seluruh auratnya.
Pertanyaan yang muncul adalah kemanakah rasa malu itu? Padahal
malu adalah sebagian dari iman. Rasulullah
saw bersabda, “sesungguhnya malu itu sebagian dari iman.” (HR.Bukhari-Muslim)
“Imran Bin Hushain berkata, “Rasulullah saw. bersabda : “Malu itu hanya akan menimbulkan kebaikan
semata.” (HR. Bukhari-Muslim)
Wanita shalihah akan merasa malu dan tidak rela bertelanjang,
meskipun dalam keadaan menyendiri. Apalagi bila dijadikan objek tontonan untuk
meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
Imam Abu Zakaria Yahya al-Nawawi dalam kitabnya Riyadh
al-Shalihin, menerangkan bahwa yang dimaksud malu adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keenganan melakukan
perbuatan rendah atau tercela. Sifat malu laksana rem yang akan mengerem
kita dari perbuatan yang nista. Semakin besar rasa malu, rem semakin pakem,
sehingga seseorang akan terhindar dari perilaku yang bertabrakan dengan norma.
Coba buka surat
Al-Furqan : 43-44, firman Allah tersebut seolah mengisyaratkan bahwa
manusia yang hilang rasa malunya dikategorikan seperti bintang ternak, bahkan
lebih sesat lagi. Mengapa demikian? Binatang telanjang karena memang tidak
memiliki akal dan hati nurani. Sementara manusia diciptakan sebagai makhluk
yang paling sempurna dengan seperangkat jasmani dan ruhani yang lengkap. Manusia
diberi akal fikiran agar bisa membangun dirinya, sekaligus bisa membedakan mana
yang baik dan buruk, mana yang mulia dan tercela. Jadi, manakala manusia
berperilaku seperti binatang, ternyata ia jauh lebih sesat dari binatang.
Dalam hal ini, kasus buka-bukaan atau pamer aurat merupakan
cermin manusia (wanita) bermental binatang yang menggadaikan rasa malu demi
meraih kesenangan semu. Sedangkan wanita shalihah akan merasa malu jika
melakukan hal-hal yang rendah dan tercela. Karena itu, ia senantiasa bersikap iffah (memelihara diri dari hal-hal yang
rendah). Ia senantiasa berpegang pada Al-Qur’an dan sunnah Rasululllah saw.
Kalau sekarang ini sudah buka-bukaan atau pamer aurat, dibiarkan
sana sini nanti bila sudah menikah, dimanakah suprise spesial buat suami itu?
~Di kutip dari buku Bidadari Dunia,Potret Ideal Wanita
Muslim karangan Muhammad Syafi’ie el-Bantanie~
Tangerang Selatan, 11 Maret 2013
0 comments